Awal mula menekuni bisnis ini sebetulnya boleh dibilang
kebetulan. Tahun 90-an, keduanya melihat banyak sekali batu-batu impor
dari China dan Korea yang masuk ke pasar Indonesia, hanya batu alam yang
tidak ada bentuknya.
"Iseng-iseng saya lihat majalah kok dapat
ide itu. Kebetulan bisnis tas saya juga sudah jalan, akhirnya saya
kombinasikan," aku Mimi, anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Gayung
bersambut, salah seorang karyawan yang dulu pernah bekerja padanya
mengenalkan Mimi dan Fenty pada kawannya yang ahli bikin tas dan
merangkai bebatuan. "Saya utarakan ide dan desainnya, dia membantu
proses penggarapan," katanya.
Kerjasama itu berjalan sampai saat
ini. "Jadi, kami yang belanja kain dan bebatuan, serta bikin desain,
mereka yang garap dari proses pengguntingan karton, penjahitan sampai
jadi. Setelah melewati proses quality control barulah produk
dipasarkan," sambung Mimi, yang kini melibatkan 10 karyawan tetap dan
beberapa karyawan borongan.
Namun, Millie Handmade tidak melayani
pesanan eceran, melainkan dalam jumlah besar minimal lima lusin dengan
varian harga mulai Rp 100.000-175.000 per buah. Setiap bulan, Millie
Handmade bisa memroduksi 35-50 lusin (420-600 buah) clutch bag.
"Tidak
semua produk itu terserap pasar karena kami harus membuat stok untuk
pemesanan dan pameran. Kalau setiap bulannya rata-rata laku 25-28
lusin," kata Mimi. Ini berarti, setidaknya ibu dan anak ini mampu
mengantongi omzet hingga Rp 50 juta per bulan.
Model yang sudah
dia buat bisa mencapai ratusan. Setiap tahun hampir selalu ganti model
mengikuti selera pasar. "Saya selalu aktif cari model baru dari majalah
dan browsing internet, setelah itu saya modifikasi dan kembangkan
sendiri," ujarnya.
Pemasaran terjauh sampai ke Italia, namun
sistem pemasarannya masih eceran, bukan ekspor langsung. Buyer-buyer
asing datang ke pameran lalu beli. Pasar domestik juga banyak yang
minat, mulai Surabaya, Jakarta, Manado, Denpasar.
"Akhir tahun ini
produk saya masuk ke Sogo Bali. Pernah mencoba jualan di Pasar Atom,
tetapi segmennya beda juga, produk saya kalah dengan barang impor yang
lebih murah," ungkapnya.
Namun, baik Mimi maupun Fenty, tak
kehabisan akal. Ia sedang ancang-ancang membidik pasar ekspor di
negara-negara Eropa. "Pasar Eropa lebih ketat, mereka tidak suka produk
imitasi, bahannya saya ganti dari semula kain menjadi kulit sapi dan
kombinasi tenun. Ternyata permintaannya bagus, tentu saja untuk produk
tas ini harganya lebih mahal kisaran Rp 200.000-250.000," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar