Kamis, 15 Maret 2012

Tas Kempit Cocok untuk ke Pesta

Awal mula menekuni bisnis ini sebetulnya boleh dibilang kebetulan. Tahun 90-an, keduanya melihat banyak sekali batu-batu impor dari China dan Korea yang masuk ke pasar Indonesia, hanya batu alam yang tidak ada bentuknya.
"Iseng-iseng saya lihat majalah kok dapat ide itu. Kebetulan bisnis tas saya juga sudah jalan, akhirnya saya kombinasikan," aku Mimi, anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Gayung bersambut, salah seorang karyawan yang dulu pernah bekerja padanya mengenalkan Mimi dan Fenty pada kawannya yang ahli bikin tas dan merangkai bebatuan. "Saya utarakan ide dan desainnya, dia membantu proses penggarapan," katanya.
Kerjasama itu berjalan sampai saat ini. "Jadi, kami yang belanja kain dan bebatuan, serta bikin desain, mereka yang garap dari proses pengguntingan karton, penjahitan sampai jadi. Setelah melewati proses quality control barulah produk dipasarkan," sambung Mimi, yang kini melibatkan 10 karyawan tetap dan beberapa karyawan borongan.
Namun, Millie Handmade tidak melayani pesanan eceran, melainkan dalam jumlah besar minimal lima lusin dengan varian harga mulai Rp 100.000-175.000 per buah. Setiap bulan, Millie Handmade bisa memroduksi 35-50 lusin (420-600 buah) clutch bag.
"Tidak semua produk itu terserap pasar karena kami harus membuat stok untuk pemesanan dan pameran. Kalau setiap bulannya rata-rata laku 25-28 lusin," kata Mimi. Ini berarti, setidaknya ibu dan anak ini mampu mengantongi omzet hingga Rp 50 juta per bulan.
Model yang sudah dia buat bisa mencapai ratusan. Setiap tahun hampir selalu ganti model mengikuti selera pasar. "Saya selalu aktif cari model baru dari majalah dan browsing internet, setelah itu saya modifikasi dan kembangkan sendiri," ujarnya.
Pemasaran terjauh sampai ke Italia, namun sistem pemasarannya masih eceran, bukan ekspor langsung. Buyer-buyer asing datang ke pameran lalu beli. Pasar domestik juga banyak yang minat, mulai Surabaya, Jakarta, Manado, Denpasar.
"Akhir tahun ini produk saya masuk ke Sogo Bali. Pernah mencoba jualan di Pasar Atom, tetapi segmennya beda juga, produk saya kalah dengan barang impor yang lebih murah," ungkapnya.
Namun, baik Mimi maupun Fenty, tak kehabisan akal. Ia sedang ancang-ancang membidik pasar ekspor di negara-negara Eropa. "Pasar Eropa lebih ketat, mereka tidak suka produk imitasi, bahannya saya ganti dari semula kain menjadi kulit sapi dan kombinasi tenun. Ternyata permintaannya bagus, tentu saja untuk produk tas ini harganya lebih mahal kisaran Rp 200.000-250.000," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar